Friday, August 19, 2005

SEPUCUK SURAT UNTUKMU

Waktu telah berlalu sejenak, semenjak engkau pergi.
Bagimu, waktu telah terhenti.
Bagiku, waktu adalah energi yang membuatku terus berlari.

Ada kekosongan di dalam hidupku.
Kebersamaan yang dilalui dengan menatap dirimu,
kini hanya bisa digantikan dengan memori.

Tidak banyak waktu yang kita lewati untuk saling mengenal satu sama lain.
Karena aku berubah, begitu juga denganmu.
Namun,
seiring dengan perubahanku, aku memilih untuk menjauh.

Pilihanku yang membuatku bungkam dan menuduh diri ini.
Aku menjadi tersangka atas keberadaanku.
Kurasa kaupun bisa merasakan ketakutan dan kesepian dari sorot mataku.
Kau berharap, kejujuran dapat terlontar dari mulutku.

Kau adalah tali kelahiranku, tidak ada ikatan yang lebih kuat dari itu.
Kau membuaiku dengan kasih yang kau tunjukkan dengan caramu sendiri.
Kau pun terkadang egois, begitu juga denganku.
Butuh waktu untuk kita bisa memahami satu sama lain.

Apakah kau tahu?
Perubahan sikapku, bukanlah kesalahanmu.

Andai bisa kujawab kekuatiranmu dulu dengan jawaban yang lebih baik.
...... jawaban terbaik yang kutahu hanyalah geraman, ataupun bungkam.

Andai aku tahu cara yang lebih baik untuk tidak menjadi beban.
...... aku terlihat egois karena ketidakberdayaanku.

Banyak yang ingin kuceritakan padamu. Kurasa kini kau pun telah tahu.
Bahkan disaat kesadaranku terhenti dan hendak mengekor kepergianmu,
kau pun tahu.
Suaramu sering terngiang di dalam pikiranku, namun aku ragu.

Rasa bersalah membuatku ingin memutar waktu kembali,
Melakukan yang lebih baik lagi.
Meski aku tahu, kepergianmulah yang menyadarkanku.

Kau bilang kau percaya padaku dan mimpi-mimpiku.
Seharusnya itu lebih dari cukup,
seharusnya.
Kesadaranku telah mendorongku untuk terjaga dan terus berlari.

Pertanyaan tergenang:
apakah aku telah menjadi lebih baik di matamu?
apakah kau merasa bangga dengan keberadaanku?
Semua ini pun kerap dibalas dengan kesunyian.

Aku berusaha mencari jawaban, dengan pencarian ataupun belas kasihan
Hasilnya, tidak pernah memuaskan.

Mungkin, aku harus berbicara denganmu lagi. atau,
Menemukan jawaban di dalam diriku sendiri.

Belum kulakukan,
harus kucoba.
Karena itu kutulis surat ini.
Kelak, biar waktu yang akan membantuku untuk mengerti.

Terima kasih, sungguh, terima kasih.
Cinta yang kau tanam buatku menyadari,
Bahwa hidup jauh lebih besar dari apa yang kutahu selama ini.
Aku belajar untuk melihat dan memahami jauh diatas apa yang telah kulihat dan kupahami selama ini.

Kau mendorongku, untuk belajar menjadi dewasa.
Kau meyakinkanku, untuk menerima diri apa adanya.
Aku perlu banyak belajar.
Perjalananku masih panjang.

Aku akan terus berjalan dengan warisan yang kau tinggalkan.
‘Kan kucoba untuk terus mengenggam impian di dalam telapak tanganku.
Sambil bercerita: tentang hujan dan matahari, yang kerap membantuku untuk melihat pelangi.

Karena kutahu hidup ini anugrah, seperti yang kau percayai.
Dan perjuangan adalah nilai estetikanya, seperti juga yang kau percayai.

Saat aku tertidur di kala senja nanti, aku ingin sepertimu.
Pergi dengan senyum berseri, meyakini pilihan yang kau yakini.
Berjejak bunga, meninggalkan kesan yang beraroma harum di dalam memori.

Kau membuatku bersyukur atas masa yang boleh kulewati.
Sampai saatnya, kita bertemu lagi.
Disana nanti.



August 2005
(Mom... do you see me from there all the time?)

BALADA SI PEJUANG CINTA

Kau… dengan kepolosanmu.
Explorasi dunia empat dimensi.
Abstrak, tanpa batas.
Mencari rupa untuk diraba.

Kau… dengan sinaran matamu.
Explorasi khayal yang bukan khayalan.
Mengabstrakkan, menyelinap ke semua batas.
Mewujudkan rupa untuk kau percaya.

Kau… mengagumi cinta dengan hatimu.
Explorasi harapan, bertelanjang diri.
Mengabsahkan, mengijinkan dirimu untuk lepas.
Kau tahu, menutup mata berarti binasa.

… waktu berubah…
Kau pun berubah karenanya.

…waktu bertuah…
Kaupun beradaptasi dengannya.

Kau… dengan kepedihanmu.
Explorasi diri di dalam diri.
Bergulat, memberi batas.
Melepas kesadaran dalam kungkungan realita.

Kau… dengan perbedaanmu.
Explorasi keadaan mencari arti.
Bergulat, untuk kembali lepas.
Antara iya dan tidak, bergiliran berjaya.

Ingin aku mencumbumu dengan kata-kata,
Merengkuh tubuhmu dan berbisik mesra.
Namun… pejuang adalah pejuang.
Sepandai-pandainya kau kalah, lebih mudah lagi bagimu untuk tidak mengalah.

Kau… dengan perjuanganmu.
Explorasi penat, yang kau nikmati.
Mencoba jujur, menemukan kata yang pantas.
Kau belum berubah… kau masih tetap sama.
Kau hanya belajar, untuk tidak mengingkari kemungkinan.

Pejuang cinta… kulihat dari sinaran matamu.
Masih ada kilau harapan disana, betapapun hebatnya kau sembunyikan.
Kau adalah dirimu.
Kau selalu dirimu.



August 2005

AKU SEORANG PENGECUT

Aku tidak memburumu karena kau terlalu membara.
Aku menjauhimu karena dinginmu membuatku tak mampu meraba.
Tidak memiliki masa depan dan bingung dengan masa laluku.
Aku… seorang pengecut.

Aku takkan merayumu karena kau membuatku gerah.
Aku takkan menampikmu karena kau terlalu indah.
Antara hitam dan putih, tak ingin kuidentifikasi warnamu.
Aku… seorang pengecut.

Aku selalu mencoba bersanding karena kau membuatku iri.
Aku ingin membungkammu karena warnamu begitu berseri.
Menginginkanku, tetapi tidak! Tak ingin kau menyakitiku.
Aku… seorang pengecut.

Aku menjadi nanar karena ketakutanku.
Aku semakin pudar karena keberanianku.
Lalu… dimana letak kekuatanku?
Aku tidak berani menjawabnya.
Aku… seorang pengecut.

Dan… ya, tak perlu kujawab
Yang perlu kulakukan hanyalah menerima kenyataan,
Bahwa aku, memang seorang pengecut

Dan… ya, kata mereka.
Kekuatanmu adalah juga kelemahanmu.
Kupahami dengan cara: Kelemahanku adalah kekuatanku.
Dan… ya, kuakui itu.

Aku seorang pengecut
Dan… ya, aku bangga!

Aku seorang pengecut, terlalu pengecut.
Karena itulah :
Takkan mampu kubuang keberadaanku
Takkan mampu kulepaskan keyakinanku
Takkan ada keberanian untuk semua itu

Dan… ya, karenanya : Aku tetap hidup!





August 2005

TATAPAN SANG PETUALANG

Aku melihat tatapan-tatapan.
Merambah luas cakrawala lepas.
Mereka menikmati liukan awan.
Menatap semesta yang sungguh lugas.

Aku melihat sunggingan senyum sesaat.
Sungguh! Mereka terlihat bahagia.
Aku melihat raut yang murung di sela-sela.
Sungguh! Kurasa terkadang mereka berduka.

Mereka telah melihat banyak, merasa banyak.
Mereka tahu apa artinya dinyenyakkan tidur ataupun tidur dengan nyenyak.
Mereka memilih : bercermin diri.
Sungguh! Bijak mereka membuatku iri.

Aku ingin melihat apa yang mereka lihat.
Aku ingin memiliki apa yang mereka cari.
Aku ingin berlalu bersama dengan tiupan angin.
(Bukan karena kakiku tidak cukup kuat untuk berpijak,
Bagiku… berlalu bersama hembusan adalah awal perjalanan)
Aku ingin menjejaki jejak seorang petualang.

Aku akan pergi bersama dengan diriku sendiri.




August 2005