Saturday, December 24, 2005

LAGU UNTUK KALIAN

Kalian datang dengan setumpuk pertanyaan.
Segenggam pernyataan, dan sebuah perenungan.
Aku hanya bisa terdiam.

Aku bukan dewa, kalaupun dewa memang ada.
Otakku pun tidak istimewa, hanya pengetahuan mini tentang realita dan gejolaknya.

Aku bukan ahli teologia, kalaupun mereka punya semua jawabannya.
Keyakinanku pun tidak terlalu megah, hanya sekumpulan hasrat, yang mempercayai harapan di dalam realita.

Tapi,
Aku hendak berbuat sesuatu untuk kalian.
Aku bisa berimaji.
Tentang melodi, tentang kata, tentang rupa, juga tentang warna.
Perasaanku pun ikut terlibat di dalamnya.

Dengar,
Aku memainkan nada-nada minor dengan iringan kunci mayor.
Nada-nada sumbang berbalut nuansa lembut.
Menjelma menjadi bunyi yang manis.

Cermati,
Aku memakai diksi yang tidak rumit.
Sekelumit kata-kata dan aksara yang tidak terlalu intelek.
Ada untaian kalbu terhanyut bersamanya.

Lihat,
Aku berkreasi dengan ilustrasi yang bukan maya.
Sedikit abstrak dengan sentuhan naturalis yang ber-realis.
Ada harmoni warna sukma yang membedakannya dari gambar biasa.

Aku tidak pernah dibuang dari keluargaku karena memilih jalan yang aku yakini,
Aku tidak pernah terpaksa menjual tubuhku demi menghidupi anak-anakku,
Aku tidak pernah lahir dalam keadaan cacat dan dibesarkan dalam keluarga miskin,
Aku tidak pernah dikucilkan dari keluargaku karena dianggap pembawa sial,
Aku tidak pernah dihianati oleh orang yang kusayangi sampai aku hampir gila,
Aku tidak pernah kehilangan semua orang yang kusayangi.

Aku takkan bisa benar-benar memahami...
Banyak hal yang tidak bisa kuselami...
Tapi,
Aku punya sesuatu untuk kalian, sebuah lagu.
Akan kudendangkan, akan kunyanyikan.


Mari, bernyanyilah bersamaku.
Ini adalah lagu, tentang langit yang biru.
Duduklah bersamaku, di atas rerumputan selembut beludru.

Mari, pandanglah bersama denganku, langit yang biru.
Cobalah tersenyum atas hidupmu.
Aku percaya, aku melihat.
Disanalah masa depanmu.

Mari, bernyanyilah bersamaku.
Ini adalah lagu, tentang langit yang biru.
Tempat jiwamu berlabuh.

Mari, pandanglah bersama denganku, langit yang biru.
Akan ada saatnya, Engkau menangis dengan bahagia.
Teruslah tersenyum, teruslah percaya.

Ini adalah lagu, tentang langit yang biru.
Kuharap ‘kan terkenang,
sampai akhir hidupmu.


24 Dec 2005, 2.26 PM
It’s Almost the end of this year... Happy new year!^

PERCAKAPAN DINI HARI

Pada suatu pagi-pagi buta,
Aku dan dia duduk hanya berdua.

Lima lampu neon, denging suara TV, enam cangkir kopi,
Membuat pikiran seharusnya bersublimasi..

Harusnya aku mengerti! Harusnya ini tidak terjadi!
Andai aku berhati-hati! Andai aku lebih cermat lagi!


Umpatan.
Diselingi caci maki.
Seakan dijerat tali-tali berduri.
Aku hanya pendengar, mencoba bersimpati.
(namun sesekali, hatiku tertawa geli...)

Sepanjang siaran aku bergumam, dia tidak mendengar.
Sesesekali aku menggeleng, suaranya makin menggelegar.

Cinta! Cinta!
Dia bilang cinta!
Setelah apa yang telah kulakukan untuknya!
Setelah semua ketulusanku untuk dirinya!


Sepanjang siaran aku acuh tak acuh, dia terus “bernyanyi”.
Sesekali aku menggeleng, dia semakin asik “membuat simfoni”.

Cinta itu hanya kebohongan!
Seharusnya aku mengerti!
Bila memang ada cinta yang murni,
coba tunjukkan sebagai bukti!


Mual, terasa mual, hmm... aku masuk angin?
Mual, semakin mual., hmm... AC terlalu dingin?

Aku tidak percaya lagi!
Aku tidak mau jatuh cinta lagi!
Tidak ada cinta yang murni!
Tidak akan ada bukti!


Sepertinya aku letih, tubuhku tak sanggup terjaga lagi.
Dengan sopan aku pamit diri.

Maaf kawan, aku harus pergi.
Waktu sudah jam tiga pagi.
Ada hal penting yang harus kukerjakan lagi.


Hmm... Kau tahu?
Dulu pernah ada bukti, untuk cinta yang murni.
Pada saat Kau berikan itu dengan segala ketulusan,
Lalu dengan tegas berkata: takkan ada penyesalan, tidak untuknya.
Tidak ada seorang pun yang bisa menyangkalnya, tidak juga hatimu.
Namun... kurasa bukti itu kini telah mati.
Kau bunuh.
Kau kubur.
Dan sekarang Kau meminta kado yang manis untuk “kebijaksanaan sikapmu sendiri”?


Mari kawan, aku pamit sekali lagi.
Bila Kau masih sakit hati,
coba renungkan sejenak kata-kataku lagi malam ini.
Bila kau membutuhkanku, hubungi aku lagi siang nanti.

Sejenak setelah aku pergi,
Masih kurasakan tatapannya membayangi punggungku untuk kesekian kali.
Aku tidak tahu artinya.
Aku hanya merasa.
Tidak kutatap wajahnya.
Kucoba bersimpati... (namun sesekali, aku masih tertawa geli.)





24 Dec 2005, 3.23 AM
(Cupid ama aprodit suka arisan bareng gak yah?)

Saturday, December 10, 2005

SO IT IS, SO IT SHOULD BE

Enlighted my sin with true light
Acknowledged my sorrow with true might

For life is paradox, confusing and exciting
For my future is sealed in a box, and I keep wondering

And I need to keep believing, my future is shining bright

So it is.
And so it should be.




8 Dec 2005, 10.00 PM
(Tiup lilinnya, ucapkan sebuah permintaan, berdoalah...)
(Blow the candles, make a wish and pray................)

Monday, December 05, 2005

SELAMAT DATANG DI RUMAHKU!

Tampak jauh, bertebaran nuansa yang hangat.
Gerbang mungil, dengan ukiran seni pahat.

Warna-warni pagar berpadu.

Kekanakan yang berseteru dengan ketegasan,
Berbalut lembut transparansi sebuah kelambu.
Transformasi mimik, sebagai adaptasi sang waktu.

Rumahku unik dan mungil,
Performanya masih terlihat indah.

Bebatuan artifisial yang bersanding dengan alam, membuatnya tampak megah.

Tercurahnya emosiku untuk membuatnya tampak sebagai karya.
Tercurahnya emosiku untuk membuatnya tampak berisi nyawa.

Kuhias pelataran dengan siluet yang tampak.
Menghipnotis para tamu dengan kenyamanan yang tamak.
Membuai mereka untuk tetap betah berdiam di depan.
Tanpa perlu berpikir lagi untuk masuk kedalam.

Biarkan mereka tertawa lepas, terhibur puas.
Pelataranku perlu membuat mereka untuk merasa kembali bernafas.

Tak perlu Kau sibak tirai itu, tak perlu.
Duduk saja di depan denganku, tak perlu bertanya lebih jauh.

Kau.
Kau.
Kau hanyalah tamu.

Sekali lagi kuucapkan:
Selamat datang di rumahku! (dengan senyum yang penuh)
Silakan bermain sepuasnya di halaman :)



5 Dec 2005, 11.29 PM

Saturday, December 03, 2005

AKU DAN LAUT, SIANG DAN MALAM

Berbaring di bawah rindangnya pohon nyiur.
Aku berteduh, melepas penat.

Butiran pasir putih yang hangat menjadi perebahanku.
Bebauan garam menjadi aroma kedamaian.

Hunianku boleh berkecamuk,
Disini aku terkantuk.

Mataku memandang cakrawala.
Batas cakrawala di ujung dan bayangan cakrawala pada genangan air biru yang meliuk-liuk.
Batas cakrawala yang dipenuhi oleh awan-awan yang kerap menjadi sahabat pendampingnya.

Aku menikmati dunia, aku memiliki dunia.

Sayangnya, matahari bersinar terlalu terik, tak sudi kutatap parasnya.
Kupicingkan mata sedikit untuk mengaguminya, tak sudi kutatap parasnya lama-lama.
Aku memiliki dunia, cukup itu.
Kutemukan kedamaian, cukup itu.

---------- (aku tertidur) -----------

Shhh... shhh...
Nyanyian angin malam menggelitik telingaku.
Hembusannya mencumbu, menstimulasi aku untuk terjaga.

Sejuk, sejuk.
Gelap, remang-remang.
Tarian alam dengan alat musiknya masih lincah bermain.
Gerakan, deburan ombak.
Ini laut di waktu malam.

Hunianku boleh berkecamuk,
Di sini aku terkantuk.

Mataku memandang (ajaib! bukan lagi cakrawala).
Mataku memandang semesta.
Ada kerlip bintang-bintang yang berharmoni dengan cahaya rembulan.

Aku melihat semesta, yang tiada ujung.
Aku melihat semesta, yang menjelma menjadi kolam.
Aku melihat semesta, yang berada jauh di atas batas cakrawala.

Sinar itu, sinar itu.
Tidak lagi kupicingkan mata untuk menatapnya.
Dengan segala hasrat aku memelototinya.
Ingin kumiliki, ingin kubawa ke pelukanku.
Cahaya semesta.

Tak cukup dunia, tak cukup lagi bagiku.

Kutemukan kedamaian di waktu siang.
Namun, kutemukan impian di waktu malam.

Kembali aku berbaring, bukan lagi di bawah rindangnya pohon nyiur.
Di bawah permadani angkasa,
Untuk menikmati semesta.
Semesta yang hanya milikku sendiri.



3 Desember, 1.15 AM
(Wele.. kesasar di Ancol pagi2.. berseni juga sih..)