Tuesday, May 31, 2005

ANDAI

Andai aku dapat menelaah sel-sel di dalam tubuhku sendiri,
Pergerakan para sel anomali pun dapat kuhentikan sejak dini.
Tapi tidak, semua telah terlambat.
Mereka saling meracuni satu sama lain, membuatku cacat.

Andai aku membutakan semua sejak awal,
Seharusnya aku tidak perlu merasa kesal.
Namun kegilaanmu merombakku secara perlahan.
Membuat dirimu menjadi takdir yang membutakan.

Andai kukoyak diriku atas perilaku yang sungguh waras,
Tubuhku seharusnya mati rasa dengan saraf yang terlepas.
Keinginan bawah sadarkulah yang kini menyiksaku.
Hatiku mulai membujuk raga agar terus membeku.

Andai aku tahu semua ini akan terjadi,
Aku akan tetap bernaung di dalam pondok kecilku.
Menikmati hari-hari yang kusiasati,
Menjemukan hariku sembari menatap awan yang berlalu.

Andai semua ini tidak kusesali,
Aku akan tetap menjadi si kecil mungil.
Di dalam dunia yang terbatasi dengan tali,
Aku menikmati semua yang kerdil.

Andai aku menolak perubahan demi perubahan,
Aku akan mati sebagai bunga yang layu sebelum berkembang.
Tetapi tidak sepenuhnya aku menolak,
Karena tidak sepenuhnya pula aku bijak.

Di antara temaram yang menawan dan terang yang bergirang.
Pilihanku sorong, terjerumus di dalam jurang.
Karena memilih berarti berjalan,
Berjalan berarti masa depan,
Masa depan membayangiku dengan ketakutan.

Andai aku memiliki kekuatan yang lebih,
Sepertinya aku akan berjalan tanpa menoleh lagi.
Sepertinya aku akan membebaskan ego yang berdalih.
Sepertinya aku akan percaya bahwa selalu ada “sesuatu” yang menanti.

Andai kau tahu... kisahku hanyalah pengandaian.

Kisahku hanyalah gejala pikiran yang dirundung kerisauan.

Kisahku... dilema kehidupan.



(22-05-2005, 02.45 AM)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home