Sunday, April 29, 2007

I SAID A PRAYER FOR YOU

I said a prayer for you today.
I believe, God must've heard.

It's been a year since I met you.
It's been some time we've been through.

Seconds, minutes, hours.
Live has never been the same.
Days of sweet and sour,
They were amazing since you came.

You shed your tears for me,
When my tears had all dried.
You set your light for me,
When the light got off my sight.

I prayed for your happiness,
For you deserved it not less.
I prayed for your success,
Be anointed with His grace.

I said God: dwell in him.
Make him realize that life is Your rhythm.
Lead him to a place
Don't let him lost inside the maze

Through the sun and through the rain.
I believe, you can see the rainbow.
Through the joy and through the pain.
I believe, you will have better tomorrow.

I always want you to smile,
For you have shown me how beautiful life is.

I want to see you fly,
To a tranquil place, under the blue sky.

Let the past helps you to memorize .
Let the present helps you to survive.
Let the future helps you to realize.

I said a prayer for you today.
I believe, God must've heard.

The prayer of my heart...


29 April 2007, 8.42 PM

Thursday, March 01, 2007

KOTAK VIRTUAL

Kusedengkan kepalaku sekali lagi, mengangguk-angguk pelan mencoba untuk mengerti.
Kotak virtual itu masih tetancap disana.
Dengan gagahnya ia mencoba meyakinkan aku bahwa dialah duniaku, impianku, dan segala bentuk hasratku.

Aku berunding dengannya, dia acuh.
Aku berkelahi dengannya, dia terkikik.
Aku bersahabat dengannya, dia meracuniku.
Aku mengabaikan dia, tapi tak bisa.

Kusedengkan kepalaku sekali lagi untuk meliriknya.
Berfondasikan rasa ingin tahu yang begitu kuat: tik – tok, mataku lekat dengannya untuk satu harian.

Kusedengkan kepalaku sekali lagi untuk meliriknya.
Berfondasikan bauran perasaan yang begitu kuat: tik – tok, beberapa saat telah lewat.
Sepertinya aku telah mendengar ayam berkokok lebih dari 4 kali.

Kusedengkan kepalaku sekali lagi untuk meliriknya.
Berfondasikan rasa percaya diri yang bergitu kuat: tik – tok, aku terselip masuk.
Aku adalah (menjadi) virtual, demikan juga ia.

Aku terperangah, kepalaku tertunduk lemas.

Kupertaruhkan hidupku untuk sesuatu yang begitu asing,
yang terkecap oleh tubuh namun jauh di hati.
Aku tukar kedamaianku untuk sesuatu yang bising,
yang tertuai rasa hampa dan membuat jantungku sesekali terhenti.

Dia tidak bermimpi, melainkan aku.
Dia tidak menyeretku, melainkan aku.
Dia tidak meracuniku, melainkan aku.
Dia tidak meyakinkanku, melainkan aku.
Dia tidak membodohiku, melainkan aku.
Dia bukan siapa – siapa, aku...siapa – siapa...

Kotak virtual itu masih tetancap disana.
Dengan gagahnya ia mencoba meyakinkan aku bahwa dialah duniaku, impianku, dan segala bentuk hasratku.
Bukan! Bukan dia yang meyakinkanku, melainkan aku!

Kotak virtual... kambing hitamku.


21 Feb 2007, 4.06 PM

Sunday, February 04, 2007

SEMUANYA KINI BERUBAH

Semuanya kini berubah.

Langit diratapi hijau, dedaunan menjadi biru.
Suara biolaku sengau, keramaian berlalu.

Ada badai bunga di tengah hutan, berputar-putar di atas kolam kecil.
Tidak ada sekuntum pun bunga di dalam hutan.

Ada siulan merdu anak gadis di dalam rumah, sepanjang hari kelabu.
Tidak ada seorang pun gadis di dalam rumah.

Sekiranya enam tahun kulepas kacamataku, aku rabun kah?
Sekiranya sepuluh tahun disusui oleh ibuku, aku manja kah?

Semuanya kini berubah.
Yang kulihat, yang kudengar, yang kupikirkan.

Aku tersigap pandang sinaran, oleh lentera yang Tuan berikan kepadaku.
Tak pernah sekalipun dulu, aku bermimpi untuk pergi dari peraduanku.

Sekian lamanya aku hidup damai bersama kecoa, lumut, dan bau amis jamur,
Baru kali ini semuanya terasa menjijikkan.

Sekian lamanya aku bermandikan asap dan abu,
baru kali ini rasanya tubuhku begitu kotor.

Semuanya kini berubah.

Bisa saja aku kembali ke peraduanku yang lama, saat aku lelah dan takut.
saat aku merasa kesepian.
Karena aku tidak tahu berapa lamanya aku harus mengembara.

Namun, semuanya kini berubah.
Sekiranya aku kembali, hatiku tidak tertambat disana lagi.

Semuanya kini berubah.
Aku yang tersigap pandang sinaran, mengembara ke arah dunia sinaran.
Aku, yang seekor sesuatu, (yang katanya seperti siluman), tersenyum merindukan sinaran.

Sekalipun aku belum mengerti apa arti sinaran bagiku.
Sekalipun aku tidak yakin apa yang aku cari dalam pengembaraanku.
Sinaran itu... terasa hangat.

Semuanya kini berubah, karena aku berubah.
...karena Tuan...
...dan lentera Tuan...
...dan sinaran lentera Tuan...




7 Jan 2007, 5.08 PM
My life will never be the same again...

Monday, May 01, 2006

MEDUSA

Jangan percaya kisah medusa, jangan percaya begitu saja
Jangan percaya pada telinga, ataupun pada mata.

Jangan percaya kepadaku, percayalah kepada hatimu
Medusa, dewi yang tersiksa.

====================

Medusa adalah seorang dewi yang sangat cantik, jatuh cinta kepada seorang manusia. Di khayangan hal itu adalah tabu, begitulah adanya.

Medusa tidak menolak rasa, ia mempercayainya. Sebagai hukuman atas kejujuran, terbuang ke dunia dengan kutukan.

Medusa merasa bersyukur, pada awalnya, lalu tertegun dan menangisi keadaannya berhari-hari lamanya. Tinggal di dunia, dengan kutukan.

Medusa tidak dikutuk menjadi buruk rupa, bahkan sebaliknya. Ia menjadi semakin cantik, terlalu cantik. Oleh kecantikannya, semua manusia akan berubah menjadi batu bila menatap wajahnya.

Medusa hilang asa, beberapa manusia pun telah membatu. Ia dan kesendiriannya. Abadi bersama waktu. Adakah yang lebih buruk dari itu?

====================

Lalu, siapakah aku?
Mengapa aku bisa tahu semua ini?

Aku adalah seorang jiwa, di dalam raga yang telah membatu. Medusa bercerita banyak kepadaku, setelah aku membatu.
Ia menangis dan menangis, sambil menciumi diriku,

Aku adalah pemuda yang ia cintai, yang membuatnya rela terbuang atas dasar kejujuran.

Apakah aku menyesal telah membatu? Sama sekali tidak!
Aku bersyukur dapat menatap wajah tercantik yang pernah kutemui, tetapi di atas semua itu, ada ketulusan hati yang begitu indah, yang boleh dirasakan oleh pemuda biasa sepertiku.

Medusa telah mengambil resiko untuk kehilangan diriku.
Pasti karena ia sungguh-sungguh mencintaiku, karena itu ia menemuiku sore itu, di tepi danau, kala senja.
Pasti.
Pasti kah?

Bila kah kutukannya adalah kecantikannya, mengapa ia tidak merusak wajahnya sendiri agar kutukannya hilang?
Apakah ia tidak rela kehilangan permatanya?
Apakah ia malu bersanding denganku tanpa permatanya?
Seringkali terbersit dan menjadi genangan pertanyaan yang cukup menghibur.
Menemaniku dalam keabadian waktu.

Namun, bila ia merusak wajahnya, mungkin aku tidak akan bersyukur.
Kecantikannya telah membuatku membatu, dan aku sangat puas.
Kenangan akan ketulusan dan kecantikannya terkunci di dalam jiwa dan raga yang abadi ini.

Kejujuran bisa menjadi hal yang paling egois yang bisa dilakukan oleh seseorang. Dengan segala resikonya, kejujuran bisa membunuh.

====================

Kisah medusa.
Antara kejujuran, pengorbanan, dan resikonya.

Medusa masih berkelana, mencari jawaban, karena ia masih hidup.
Aku masih menunggu, dalam periuk pikiranku, pertanyaan dan pemikiran, oleh raga yang membatu, jiwa yang bahagia.
Bahagia?

====================

Jangan percaya kisah medusa, jangan percaya begitu saja
Jangan percaya pada telinga, ataupun pada mata.

Jangan percaya kepadaku, percayalah kepada hatimu
Medusa, dewi yang tersiksa.



2 Mei 2005
9.50AM

SECARIK KERTAS

Kertas ini masih kosong.

Sudah lama kupisahkan ia dari peraduannya.
Sudah lama kubiarkan ia di atas meja.
Sudah lama kutindih dia dengan pemberatnya.
Sudah lama ia disana.

Kertas ini masih kosong.

Sudah lama ia berdebu tanpa kusentuh.
Sudah lama ia berdiam dengan patuh.
Sudah lama ia bersih.
Aku tetap acuh.

Kertas ini.
Kertas ini masih kosong.

Tanganku tidak mati rasa, hanya sedikit kaku.

Pena yang kugeggam terbuat dari bulu.
Bulu berwarna ungu.
Kini seberat batu.
Kini seberat batu.

Bukan aku tak mampu menodai.
Bukan aku tak mampu meniduri.
Bukan aku tidak berisi.

Justru aku berdiam karena aku mau menodai, mau meniduri,
penuh dengan isi!

Barangkali aku serakah,
Aku masih terus ingin makan, tanpa mau memuntahkan.

Sampai saatnya tiba, biarkan ia disana.
Biarkan ia menunggu.
Sampai saatnya tiba.

Sampai aku lupa, cara untuk menahan diri.




1 May 2006
10.10PM

Saturday, December 24, 2005

LAGU UNTUK KALIAN

Kalian datang dengan setumpuk pertanyaan.
Segenggam pernyataan, dan sebuah perenungan.
Aku hanya bisa terdiam.

Aku bukan dewa, kalaupun dewa memang ada.
Otakku pun tidak istimewa, hanya pengetahuan mini tentang realita dan gejolaknya.

Aku bukan ahli teologia, kalaupun mereka punya semua jawabannya.
Keyakinanku pun tidak terlalu megah, hanya sekumpulan hasrat, yang mempercayai harapan di dalam realita.

Tapi,
Aku hendak berbuat sesuatu untuk kalian.
Aku bisa berimaji.
Tentang melodi, tentang kata, tentang rupa, juga tentang warna.
Perasaanku pun ikut terlibat di dalamnya.

Dengar,
Aku memainkan nada-nada minor dengan iringan kunci mayor.
Nada-nada sumbang berbalut nuansa lembut.
Menjelma menjadi bunyi yang manis.

Cermati,
Aku memakai diksi yang tidak rumit.
Sekelumit kata-kata dan aksara yang tidak terlalu intelek.
Ada untaian kalbu terhanyut bersamanya.

Lihat,
Aku berkreasi dengan ilustrasi yang bukan maya.
Sedikit abstrak dengan sentuhan naturalis yang ber-realis.
Ada harmoni warna sukma yang membedakannya dari gambar biasa.

Aku tidak pernah dibuang dari keluargaku karena memilih jalan yang aku yakini,
Aku tidak pernah terpaksa menjual tubuhku demi menghidupi anak-anakku,
Aku tidak pernah lahir dalam keadaan cacat dan dibesarkan dalam keluarga miskin,
Aku tidak pernah dikucilkan dari keluargaku karena dianggap pembawa sial,
Aku tidak pernah dihianati oleh orang yang kusayangi sampai aku hampir gila,
Aku tidak pernah kehilangan semua orang yang kusayangi.

Aku takkan bisa benar-benar memahami...
Banyak hal yang tidak bisa kuselami...
Tapi,
Aku punya sesuatu untuk kalian, sebuah lagu.
Akan kudendangkan, akan kunyanyikan.


Mari, bernyanyilah bersamaku.
Ini adalah lagu, tentang langit yang biru.
Duduklah bersamaku, di atas rerumputan selembut beludru.

Mari, pandanglah bersama denganku, langit yang biru.
Cobalah tersenyum atas hidupmu.
Aku percaya, aku melihat.
Disanalah masa depanmu.

Mari, bernyanyilah bersamaku.
Ini adalah lagu, tentang langit yang biru.
Tempat jiwamu berlabuh.

Mari, pandanglah bersama denganku, langit yang biru.
Akan ada saatnya, Engkau menangis dengan bahagia.
Teruslah tersenyum, teruslah percaya.

Ini adalah lagu, tentang langit yang biru.
Kuharap ‘kan terkenang,
sampai akhir hidupmu.


24 Dec 2005, 2.26 PM
It’s Almost the end of this year... Happy new year!^

PERCAKAPAN DINI HARI

Pada suatu pagi-pagi buta,
Aku dan dia duduk hanya berdua.

Lima lampu neon, denging suara TV, enam cangkir kopi,
Membuat pikiran seharusnya bersublimasi..

Harusnya aku mengerti! Harusnya ini tidak terjadi!
Andai aku berhati-hati! Andai aku lebih cermat lagi!


Umpatan.
Diselingi caci maki.
Seakan dijerat tali-tali berduri.
Aku hanya pendengar, mencoba bersimpati.
(namun sesekali, hatiku tertawa geli...)

Sepanjang siaran aku bergumam, dia tidak mendengar.
Sesesekali aku menggeleng, suaranya makin menggelegar.

Cinta! Cinta!
Dia bilang cinta!
Setelah apa yang telah kulakukan untuknya!
Setelah semua ketulusanku untuk dirinya!


Sepanjang siaran aku acuh tak acuh, dia terus “bernyanyi”.
Sesekali aku menggeleng, dia semakin asik “membuat simfoni”.

Cinta itu hanya kebohongan!
Seharusnya aku mengerti!
Bila memang ada cinta yang murni,
coba tunjukkan sebagai bukti!


Mual, terasa mual, hmm... aku masuk angin?
Mual, semakin mual., hmm... AC terlalu dingin?

Aku tidak percaya lagi!
Aku tidak mau jatuh cinta lagi!
Tidak ada cinta yang murni!
Tidak akan ada bukti!


Sepertinya aku letih, tubuhku tak sanggup terjaga lagi.
Dengan sopan aku pamit diri.

Maaf kawan, aku harus pergi.
Waktu sudah jam tiga pagi.
Ada hal penting yang harus kukerjakan lagi.


Hmm... Kau tahu?
Dulu pernah ada bukti, untuk cinta yang murni.
Pada saat Kau berikan itu dengan segala ketulusan,
Lalu dengan tegas berkata: takkan ada penyesalan, tidak untuknya.
Tidak ada seorang pun yang bisa menyangkalnya, tidak juga hatimu.
Namun... kurasa bukti itu kini telah mati.
Kau bunuh.
Kau kubur.
Dan sekarang Kau meminta kado yang manis untuk “kebijaksanaan sikapmu sendiri”?


Mari kawan, aku pamit sekali lagi.
Bila Kau masih sakit hati,
coba renungkan sejenak kata-kataku lagi malam ini.
Bila kau membutuhkanku, hubungi aku lagi siang nanti.

Sejenak setelah aku pergi,
Masih kurasakan tatapannya membayangi punggungku untuk kesekian kali.
Aku tidak tahu artinya.
Aku hanya merasa.
Tidak kutatap wajahnya.
Kucoba bersimpati... (namun sesekali, aku masih tertawa geli.)





24 Dec 2005, 3.23 AM
(Cupid ama aprodit suka arisan bareng gak yah?)

Saturday, December 10, 2005

SO IT IS, SO IT SHOULD BE

Enlighted my sin with true light
Acknowledged my sorrow with true might

For life is paradox, confusing and exciting
For my future is sealed in a box, and I keep wondering

And I need to keep believing, my future is shining bright

So it is.
And so it should be.




8 Dec 2005, 10.00 PM
(Tiup lilinnya, ucapkan sebuah permintaan, berdoalah...)
(Blow the candles, make a wish and pray................)

Monday, December 05, 2005

SELAMAT DATANG DI RUMAHKU!

Tampak jauh, bertebaran nuansa yang hangat.
Gerbang mungil, dengan ukiran seni pahat.

Warna-warni pagar berpadu.

Kekanakan yang berseteru dengan ketegasan,
Berbalut lembut transparansi sebuah kelambu.
Transformasi mimik, sebagai adaptasi sang waktu.

Rumahku unik dan mungil,
Performanya masih terlihat indah.

Bebatuan artifisial yang bersanding dengan alam, membuatnya tampak megah.

Tercurahnya emosiku untuk membuatnya tampak sebagai karya.
Tercurahnya emosiku untuk membuatnya tampak berisi nyawa.

Kuhias pelataran dengan siluet yang tampak.
Menghipnotis para tamu dengan kenyamanan yang tamak.
Membuai mereka untuk tetap betah berdiam di depan.
Tanpa perlu berpikir lagi untuk masuk kedalam.

Biarkan mereka tertawa lepas, terhibur puas.
Pelataranku perlu membuat mereka untuk merasa kembali bernafas.

Tak perlu Kau sibak tirai itu, tak perlu.
Duduk saja di depan denganku, tak perlu bertanya lebih jauh.

Kau.
Kau.
Kau hanyalah tamu.

Sekali lagi kuucapkan:
Selamat datang di rumahku! (dengan senyum yang penuh)
Silakan bermain sepuasnya di halaman :)



5 Dec 2005, 11.29 PM