Saturday, December 03, 2005

AKU DAN LAUT, SIANG DAN MALAM

Berbaring di bawah rindangnya pohon nyiur.
Aku berteduh, melepas penat.

Butiran pasir putih yang hangat menjadi perebahanku.
Bebauan garam menjadi aroma kedamaian.

Hunianku boleh berkecamuk,
Disini aku terkantuk.

Mataku memandang cakrawala.
Batas cakrawala di ujung dan bayangan cakrawala pada genangan air biru yang meliuk-liuk.
Batas cakrawala yang dipenuhi oleh awan-awan yang kerap menjadi sahabat pendampingnya.

Aku menikmati dunia, aku memiliki dunia.

Sayangnya, matahari bersinar terlalu terik, tak sudi kutatap parasnya.
Kupicingkan mata sedikit untuk mengaguminya, tak sudi kutatap parasnya lama-lama.
Aku memiliki dunia, cukup itu.
Kutemukan kedamaian, cukup itu.

---------- (aku tertidur) -----------

Shhh... shhh...
Nyanyian angin malam menggelitik telingaku.
Hembusannya mencumbu, menstimulasi aku untuk terjaga.

Sejuk, sejuk.
Gelap, remang-remang.
Tarian alam dengan alat musiknya masih lincah bermain.
Gerakan, deburan ombak.
Ini laut di waktu malam.

Hunianku boleh berkecamuk,
Di sini aku terkantuk.

Mataku memandang (ajaib! bukan lagi cakrawala).
Mataku memandang semesta.
Ada kerlip bintang-bintang yang berharmoni dengan cahaya rembulan.

Aku melihat semesta, yang tiada ujung.
Aku melihat semesta, yang menjelma menjadi kolam.
Aku melihat semesta, yang berada jauh di atas batas cakrawala.

Sinar itu, sinar itu.
Tidak lagi kupicingkan mata untuk menatapnya.
Dengan segala hasrat aku memelototinya.
Ingin kumiliki, ingin kubawa ke pelukanku.
Cahaya semesta.

Tak cukup dunia, tak cukup lagi bagiku.

Kutemukan kedamaian di waktu siang.
Namun, kutemukan impian di waktu malam.

Kembali aku berbaring, bukan lagi di bawah rindangnya pohon nyiur.
Di bawah permadani angkasa,
Untuk menikmati semesta.
Semesta yang hanya milikku sendiri.



3 Desember, 1.15 AM
(Wele.. kesasar di Ancol pagi2.. berseni juga sih..)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home