Thursday, March 01, 2007

KOTAK VIRTUAL

Kusedengkan kepalaku sekali lagi, mengangguk-angguk pelan mencoba untuk mengerti.
Kotak virtual itu masih tetancap disana.
Dengan gagahnya ia mencoba meyakinkan aku bahwa dialah duniaku, impianku, dan segala bentuk hasratku.

Aku berunding dengannya, dia acuh.
Aku berkelahi dengannya, dia terkikik.
Aku bersahabat dengannya, dia meracuniku.
Aku mengabaikan dia, tapi tak bisa.

Kusedengkan kepalaku sekali lagi untuk meliriknya.
Berfondasikan rasa ingin tahu yang begitu kuat: tik – tok, mataku lekat dengannya untuk satu harian.

Kusedengkan kepalaku sekali lagi untuk meliriknya.
Berfondasikan bauran perasaan yang begitu kuat: tik – tok, beberapa saat telah lewat.
Sepertinya aku telah mendengar ayam berkokok lebih dari 4 kali.

Kusedengkan kepalaku sekali lagi untuk meliriknya.
Berfondasikan rasa percaya diri yang bergitu kuat: tik – tok, aku terselip masuk.
Aku adalah (menjadi) virtual, demikan juga ia.

Aku terperangah, kepalaku tertunduk lemas.

Kupertaruhkan hidupku untuk sesuatu yang begitu asing,
yang terkecap oleh tubuh namun jauh di hati.
Aku tukar kedamaianku untuk sesuatu yang bising,
yang tertuai rasa hampa dan membuat jantungku sesekali terhenti.

Dia tidak bermimpi, melainkan aku.
Dia tidak menyeretku, melainkan aku.
Dia tidak meracuniku, melainkan aku.
Dia tidak meyakinkanku, melainkan aku.
Dia tidak membodohiku, melainkan aku.
Dia bukan siapa – siapa, aku...siapa – siapa...

Kotak virtual itu masih tetancap disana.
Dengan gagahnya ia mencoba meyakinkan aku bahwa dialah duniaku, impianku, dan segala bentuk hasratku.
Bukan! Bukan dia yang meyakinkanku, melainkan aku!

Kotak virtual... kambing hitamku.


21 Feb 2007, 4.06 PM