Monday, May 01, 2006

MEDUSA

Jangan percaya kisah medusa, jangan percaya begitu saja
Jangan percaya pada telinga, ataupun pada mata.

Jangan percaya kepadaku, percayalah kepada hatimu
Medusa, dewi yang tersiksa.

====================

Medusa adalah seorang dewi yang sangat cantik, jatuh cinta kepada seorang manusia. Di khayangan hal itu adalah tabu, begitulah adanya.

Medusa tidak menolak rasa, ia mempercayainya. Sebagai hukuman atas kejujuran, terbuang ke dunia dengan kutukan.

Medusa merasa bersyukur, pada awalnya, lalu tertegun dan menangisi keadaannya berhari-hari lamanya. Tinggal di dunia, dengan kutukan.

Medusa tidak dikutuk menjadi buruk rupa, bahkan sebaliknya. Ia menjadi semakin cantik, terlalu cantik. Oleh kecantikannya, semua manusia akan berubah menjadi batu bila menatap wajahnya.

Medusa hilang asa, beberapa manusia pun telah membatu. Ia dan kesendiriannya. Abadi bersama waktu. Adakah yang lebih buruk dari itu?

====================

Lalu, siapakah aku?
Mengapa aku bisa tahu semua ini?

Aku adalah seorang jiwa, di dalam raga yang telah membatu. Medusa bercerita banyak kepadaku, setelah aku membatu.
Ia menangis dan menangis, sambil menciumi diriku,

Aku adalah pemuda yang ia cintai, yang membuatnya rela terbuang atas dasar kejujuran.

Apakah aku menyesal telah membatu? Sama sekali tidak!
Aku bersyukur dapat menatap wajah tercantik yang pernah kutemui, tetapi di atas semua itu, ada ketulusan hati yang begitu indah, yang boleh dirasakan oleh pemuda biasa sepertiku.

Medusa telah mengambil resiko untuk kehilangan diriku.
Pasti karena ia sungguh-sungguh mencintaiku, karena itu ia menemuiku sore itu, di tepi danau, kala senja.
Pasti.
Pasti kah?

Bila kah kutukannya adalah kecantikannya, mengapa ia tidak merusak wajahnya sendiri agar kutukannya hilang?
Apakah ia tidak rela kehilangan permatanya?
Apakah ia malu bersanding denganku tanpa permatanya?
Seringkali terbersit dan menjadi genangan pertanyaan yang cukup menghibur.
Menemaniku dalam keabadian waktu.

Namun, bila ia merusak wajahnya, mungkin aku tidak akan bersyukur.
Kecantikannya telah membuatku membatu, dan aku sangat puas.
Kenangan akan ketulusan dan kecantikannya terkunci di dalam jiwa dan raga yang abadi ini.

Kejujuran bisa menjadi hal yang paling egois yang bisa dilakukan oleh seseorang. Dengan segala resikonya, kejujuran bisa membunuh.

====================

Kisah medusa.
Antara kejujuran, pengorbanan, dan resikonya.

Medusa masih berkelana, mencari jawaban, karena ia masih hidup.
Aku masih menunggu, dalam periuk pikiranku, pertanyaan dan pemikiran, oleh raga yang membatu, jiwa yang bahagia.
Bahagia?

====================

Jangan percaya kisah medusa, jangan percaya begitu saja
Jangan percaya pada telinga, ataupun pada mata.

Jangan percaya kepadaku, percayalah kepada hatimu
Medusa, dewi yang tersiksa.



2 Mei 2005
9.50AM

SECARIK KERTAS

Kertas ini masih kosong.

Sudah lama kupisahkan ia dari peraduannya.
Sudah lama kubiarkan ia di atas meja.
Sudah lama kutindih dia dengan pemberatnya.
Sudah lama ia disana.

Kertas ini masih kosong.

Sudah lama ia berdebu tanpa kusentuh.
Sudah lama ia berdiam dengan patuh.
Sudah lama ia bersih.
Aku tetap acuh.

Kertas ini.
Kertas ini masih kosong.

Tanganku tidak mati rasa, hanya sedikit kaku.

Pena yang kugeggam terbuat dari bulu.
Bulu berwarna ungu.
Kini seberat batu.
Kini seberat batu.

Bukan aku tak mampu menodai.
Bukan aku tak mampu meniduri.
Bukan aku tidak berisi.

Justru aku berdiam karena aku mau menodai, mau meniduri,
penuh dengan isi!

Barangkali aku serakah,
Aku masih terus ingin makan, tanpa mau memuntahkan.

Sampai saatnya tiba, biarkan ia disana.
Biarkan ia menunggu.
Sampai saatnya tiba.

Sampai aku lupa, cara untuk menahan diri.




1 May 2006
10.10PM